Korban Ghosting #twitterspace Part 2

Photo by Anthony Tran on Unsplash

Sejak tahun 2013 sampai sekarang, aku selalu dighosting berkali-kali dengan orang yang sama kak, itu toxic ga?

Sendernim di DM

Info tambahan dari sendernim:

Ternyata sender udah sampai di tahap yang serius. Partner sender sampai ketemu sama orang tua sender, ngasih emas, mahar, dan udah yang kayak mau lamaran gitu. Terus tiba-tiba dighosting tanpa dijelasin apa-apa astagaa sad banget. Kalau dighosting tu bisa sampe itungan tahun gituu. Tapi akhirnya nih si partner balik lagi ke sendernya di bulan Desember kemarin 🙁

Kira-kira kenapa kok partner sendernim bisa sampai kayak gitu ya? Apakah itu termasuk toxic?

Sebab pastinya, kita mah ga tau yaa karna apa. Ada banyak banget kemungkinan nih, bisa aja karna doi lagi mikirin kerjaan, terus ada masalah di kantor yang bikin mentaly drained bangettt tapi doi gamau bilang sama sendernya, jadi yaudah dia sedang menyembuhkan luka batinnya sendiri.

Atau mungkin dia lagi jatuh banget nih self esteemnya, jadi kayak, merasa nga pede gitu pas barengan sama sendernim. Sebenernya banyak banget sih kemungkinannya, karena kita gatau persis yang mana yang bener-bener lagi dialami sama doinya sender ituu tadii.

Dan buat sender, pasti jadi bertanya-tanya “salah aku apa sih kok sampe ditinggal begini?”, “terus ini aku kudu nunggu dia apa nyari orang baru dah?”, “dia bakalan ngehubungin aku lagi ngga ya?”

Secara biologis, penolakan sosial punya konsekuensi yang sama seperti pas kita mengalami rasa sakit fisik. Menurut Vilhauer, penolakan dengan cara dighosting ini bisa menyebabkan tingkat rasa sakitnya sama seperti ketika kita mengalami cidera fisik. Bahkan beliau juga bilang bahwa Tylenol yang merupakan obat pereda nyeri dan demam ternyata bisa juga ngurangin rasa sakit emosional. Wow keren.

Saya pikir itu menjelaskan mengapa begitu banyak orang mencoba mati rasa ketika merasakan sakit emosional, mereka akan minum alkohol atau menggunakan obat-obatan lain

Vilhauer, dari APA.

Pelaku ghosting nggak pernah ngasih clue apapun ke korbannya. Korban ghosting bakalan yang bener-bener nggak tau gimana harus bereaksi. Sama kayak sendernim nih, dia nggak tau alasan pasangannya pergi dan dia nggak ngerti apa yang bener-bener lagi terjadi.

Pertanyaan semacam itu merupakan hasil dari sistem psikologis dasar untuk memantau status sosial seseorang melalui perasaan dan harga diri.

Oke, so, apa yang harus dilakukan?

Ghosting itu sebenernya kayak red flag. Tanda bahaya sejak dini yang harusnya dijadikan sebagai batasan oleh sendernim. Tapi emang susah sih pasti, apalagi ini dighostingnya bertahun-tahun gitu.

Langkah pertama adalah, jangan hubungi doi. Ketika ada orang yang memilih untuk meninggalkanmu, atau menipu kamu, itu adalah keputusan yang sengaja mereka buat. Dan harusnya, kamu sadar bahwa pertanda itu udah jelas. Dia ningglain kamu, kamu kudu move on. Kalau kamu nerima dia lagi pas dia balik, artinya kamu menguatkan perilaku ghosting dia dan ada kemungkinan dia bakalan ngelakuin itu lagi dan lagi. Dia merasa kayak, “oh ini orang aku tinggal setahun juga pasti bakalan nerima aku lagi”. Nah tuh, siapa yang rugi? Kamu juga berhak milih untuk terbuka pada kemungkinan baru.

Kalau misalnya fase ini sulit buat kamu, kamu bisa hubungi temen-temen kamu buat bikin kamu memiliki kelekatan yang lebih besar dengan mereka dibandingkan dengan doi kamu itu. Bicarakan masalahmu dengan mereka dan lakukan kegiatan yang menyenangkan biar kamu bisa memindahkan ingatan tentang doi ke ingatan lain yang lebih berharga.

Kalau nggak punya temen buat sharing gimana?

Jawabannya:

Konselia. Hehehehe.

Kamu bakalan didampingi secara psikologis dan bener-bener dibantu banget biar bisa ngelaluin ini. So, dont give up!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Shopping Cart